Filsafat Hukum Islam

Istilah pendekatan filsafat dalam hukum Islam atau filsafat hukum Islam, dipakai dengan sangat hati-hati oleh para ahli hukum Islam. Hal ini disebabkan tidak ditemukannya kata falsafah dalam sumber-sumber hukum Islam.
  1. Filsafat dan Hikmah: Kata falsafah dalam bahasa Arab diserap dari bahasa Yunani, sama halnya dengan kata filsafat dalam bahasa Indonesia. Namun demikian, padanan katanya menurut para ahli adalah kata hikmah. Sehingga kebanyakan penulis Arab menempatkan kata hikmah di tempat kata falsafah, menempatkan kata hakim di tempat kata filosof, dan sebaliknya. Nampaknya hal ini amat bersesuaian dengan definisi hikmah yang diberikan al-Raghib, bahwa hikmah yaitu memperoleh kebenaran dengan perantaraan ilmu dan akal. Dari pemahaman di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kata falsafah identik dengan hikmah. Sehingga apabila disebut Filsafat Hukum Islam, maka terbersitlah dalam pikiran akan Hikmah Hukum Islam. Para ahli Filsafat Islam menamakan kitab-kitab sejarah para filosof dengan Akhbar al-Hukama’, seperti nama kitab yang disusun oleh al-Qaftani, dan Tarikh Hukama’ al-Islam oleh al-Baihaqi. Namun demikian, apa yang dimaksudkan dengan kata falsafah pada masa itu dengan kata filsafat yang dikehendaki pada masa sekarang telah mengalami  penyempitan makna. Kata falsafah pada masa dahulu memiliki arti demikian longgar, yaitu semua hikmah yang bisa didapatkan dengan menggunakan akal dan ilmu. Sedangkan kata filsafat yang dikehendaki pada masa sekarang merupakan salah satu disiplin ilmu yang telah mapan. Dalam arti yang terakhir inilah istilah filsafat dalam frase Filsafat Hukum Islam dimaksudkan.
  2. Pengertian Filsafat Hukum Islam: Berangkat dari pemahaman di atas, terdapat beberapa definisi Filsafat Hukum Islam yang ditawarkan oleh para ahlinya, di antaranya: Filsafat Hukum Islam adalah upaya pemikiran manusia secara maksimal untuk memahami rahasia-rahasia dan tujuan-tujuan pensyariatan hukum  Tuhan, dengan tidak meragukan substansi hukum itu sendiri sebagaimana pendekatan filsafat hukum pada umumnya. Filsafat Hukum Islam ialah filsafat yang diterapkan pada hukum Islam. Ia merupakan filsafat khusus dan obyeknya tertentu, yaitu hukum Islam. Maka, filsafat hukum Islam adalah filsafat yang menganalisis hukum Islam secara metodis dan sistematis sehingga mendapatkan keterangan yang mendasar, atau menganalisis hukum Islam secara ilmiah dengan filsafat sebagai alatnya. Dari beberapa definisi di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa Filsafat Hukum Islam memiliki beberapa unsur sebagai berikut: Pertama, Filsafat Hukum Islam merupakan hasil pemikiran manusia. Dengan kata lain, ia berangkat dariakal pikiran manusia. Di sinilah letak perbedaan mendasar antara Filsafat Hukum Islam dan Ilmu-ilmuMetodologis seperti Usul al-Fiqh dan al-Qawa‘id al-Fiqhiyah. Dimana kedua ilmu yang disebut terakhir ini berangkat dari wahyu. Shari‘ah Kedua, seluruh kajian dalam Filsafat Hukum Islam tidak pernah meragukan substansi hukum yang telah ditetapkan oleh Hukum Islam. Secara lebih gamblang, hal ini dibahas dalam salah satu kajian Filsafat Hukum Islam, yaitu mengenai hakekat hukum Islam sebagai Hukum Tuhan yang sudah tentu memenuhi tujuan-tujuan hukum.
  3. Tujuan Filsafat Hukum Islam: Filsafat Hukum Islam menjelaskan antara lain tentang rahasia-rahasia, makna, hikmah serta nilai-nilai yang terkandung dalam ilmu fiqh. Sehingga kita melaksanakan ketentuan-ketentuan Islam disertai dengan pengertian dan kesadaran yang tinggi. Dengan kesadaran hukum masyarakat ini akan tercapai ketaatan dan disiplin yang tinggi dalam melaksanakan hukum.
    Seorang yang mempelajari ilmu Fiqh bersamaan dengan mempelajari Filsafat Hukum Islam, akan semakin memahami di mana letak ketinggian dan keindahan ajaran Islam, sehingga menimbulkan rasa cinta yang mendalam kepada Sumber Tertinggi Hukum yaitu Allah Swt., kepada sesama manusia, kepada alam, dan kepada lingkungan di mana ia hidup.
    Dengan demikian, tujuan mempelajari Filsafat Hukum Islam dapat dirinci sebagai berikut:
        Semakin memantapkan keyakinan umat Islam akan keagungan Hukum Islam dibandingkan dengan hukum-hukum yang lain (hukum produk manusia). Dimana hukum Islam bisa dibuktikan bukan hanya lebih benar dan unggul, namun juga lebih terhormat dan beradab dibandingkan dengan hukum-hukum yang lain.
        Keyakinan yang mantap itu menumbuhkan rasa taat hukum yang hampir tanpa “paksaan”. Umat Islam mentaati hukum bukan karena terpaksa, namun karena rasa cinta, karena ia berasal dari Tuhan Maha Adil dan Welas Asih. Ia taat kepada hukum karena keyakinan bahwa hukum dibuat sebagai perwujudan cinta Tuhan kepada makhluk-Nya.
  4. Perbedaan Filsafat Hukum Islam dengan Filsafat Hukum Lain: Adapun perbedaan pendekatan filsafat dalam Hukum Islam dengan filsafat hukum pada umumnya terletak pada perbedaan substansi hukum itu sendiri. Hukum Islam merupakan hukum wahyu, sedangkan hukum pada umumnya adalah hasil pemikiran manusia semata.
    Hukum Islam merupakan hukum yang berangkat, berjalan dan berakhir pada tujuan wahyu. Ia ada dan memiliki kekuatan berdasarkan wahyu. Ia memberikan perintah dan larangan berdasarkan wahyu. Dengan demikian, apa yang dianggap benar adalah apa yang dianggap benar oleh wahyu. Apa yang dianggap keliru, adalah apa yang disalahkan oleh wahyu. Adapun akal adalah sarana pendukung untuk memahami atau memikirkan operasional hukum.
    Ketika hukum Islam menyatakan bahwa babi adalah haram, alasannya adalah karena al-Qur’an sebagai himpunan wahyu melarangnya. Demikian pula ketika Islam menyatakan bahwa perzinahan itu haram, alasannya karena al-Qur’an melarangnya. Babi dan perzinahan adalah haram kapanpun, di manapun, dan oleh siapapun menurut hukum Islam, meskipun secara akal babi dan perzinahan sebenarnya bisa mendatangkan keuntungan yang banyak bagi manusia.
    Sedangkan hukum pada umumnya (hukum non-Islam) adalah hasil pemikiran manusia semata. Karena ia merupakan hasil manusia, sementara hasil pemikiran manusia bisa terpengaruh oleh zaman dan makan, maka hukum tersebut juga bisa berbeda-beda bagi manusia yang hidup di daerah dan waktu yang berbeda.
    Ketika dahulu hubungan sesama jenis (homoseksual) dianggap sesuatu yang salah dan melanggar batas kewajaran, maka perbuatan itu dilarang (diharamkan) dan pelakunya memperoleh hukuman. Namun ketika sekarang perbuatan itu dianggap sesuatu yang wajar –karena sudah banyak orang melakukannya secara terang-terangan bahkan menjadi kebanggaan- dan bisa dibenarkan, maka ia tidak lagi dilarang. Justru sebaliknya, orang yang menentang perbuatan itu dianggap telah melanggar hak asasi orang lain yang ingin atau gemar melakukannya.
    Yang amat menarik –entah karena benar-benar hasil pemikiran murni atau iming-iming duniawi- sekarang ada sebagian orang Islam yang mengatasnamakan kebebasan berpikir, memberanikan diri secara bersama-sama untuk menghalalkan perilaku homoseksual. Anehnya, mereka mendukung perilaku tersebut dengan mencoba mengotak-atik wahyu dengan logika mereka. Dengan demikian, mereka bukan lagi menggunakan akal sebagai sarana untuk memahami wahyu. Mereka menggunakan akal untuk “mengakali” wahyu. Namun untuk hal ini penulis mencukupkan diri sampai di sini. Karena sebenarnya orang-orang seperti itu bukanlah para ahli hukum Islam yang sebenarnya. Tidak lain mereka adalah para pemulung besi tua yang hendak membuat pesawat tempur anti radar (semacam B-12) atau yang semisalnya. Tentu saja usaha mereka hanya akan menjadi bahan  tertawaan orang lain, apalagi para pakar di bidangnya.
*Peranannya dalam Menalar Hukum Islam
Kajian-kajian yang dibahas dalam Filsafat Hukum Islam selama ini secara pribadi amat menarik bagi penulis. Ia bukan hanya mampu memberikan tambahan pengetahuan. Lebih dari itu, ia berhasil meluaskan cakrawala berpikir bagi siapa saja yang bersedia menekuninya. Bukan dalam wilayah Hukum Islam saja, namun juga bahasan-bahasan dalam Filsafat Hukum yang selama ini dianggap berada di luar jangkauan Hukum Islam.
Peranan Filsafat Hukum Islam dalam menalar hukum Islam dapat diterangkan sebagai berikut:
  1. Filsafat Hukum Islam adalah Kajian Filsafat
    Filsafat Hukum Islam merupakan salah satu cabang dari ilmu filsafat.  Sehingga wajar, seluruh isi atau konten Filsafat Hukum Islam dibahas melalui pendekatan filsafat yang amat identik dengan akal sebagai sarananya. Dengan demikian, metode atau cara kerja Filsafat Hukum Islam adalah metode atau cara kerja akal. Dan sesuai dengan karakter akal yang abadi dalam proses perkembangan, demikian pula halnya dengan semua kajian filsafat.
    Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa dengan mempelajari Filsafat Hukum Islam ini kita akan diantarkan menuju kesadaran yang tinggi dalam menghayati makna perintah dan larangan agama. Hal ini disebabkan, karena ia melihat perintah dan larangan itu bukan dari segi halal dan haram, namun dari segi hikmah atau falsafah yang terkandung dalam perintah dan larangan itu.
    Tidak salah lagi, kajian Filsafat Hukum Islam ini mampu menambah kemantapan seorang muslim dalam menjalankan syariat agamanya. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa kajian Filsafat Hukum Islam juga bisa mengantarkan seorang muslim menuju keraguan abadi dalam menjalankan perintah dan larangan agama, sebagaimana halnya semakin banyak kita saksikan dimana-mana.
    Filsafat sebagai “metode” telah banyak membantu kaum muslim meyakini ketepatan hukum Islam dalam hal mengantarkan kepada kebahagiaan hakiki. Namun filsafat sebagai “hasil” telah banyak pula memakan korban, baik dari kalangan “intelektual”, apalagi dari kalangan awam.
  2. Filsafat Hukum Islam adalah Kajian Filsafat Hukum
    Filsafat Hukum Islam merupakan salah satu cabang Filsafat Hukum secara umum. Oleh karena itu, kajian terhadap Filsafat Hukum Barat atau Timur sudah sewajarnya –atau seharusnya- dilakukan terlebih dahulu sebelum memasuki kajian Filsafat Hukum Islam. Sehingga kita memiliki pengetahuan dasar akan kedudukan Filsafat Hukum Islam di antara Filsafat Hukum pada  umumnya.
    Berdasarkan fakta tersebut, sebenarnyalah memang Filsafat Hukum Islam sejak kemunculannya diarahkan untuk menjembatani orang-orang yang telah memiliki pemahaman yang matang tentang filsafat hukum secara umum –baik para akademisi maupun para praktisi- menuju pengetahuan Hukum Islam, dengan tetap memahaminya sesuai wawasan mereka semula.
    Adapun isi dari Filsafat Hukum adalah kajian-kajian yang telah dipelajari dan dikembangkan oleh orang Islam sejak ribuan tahun yang lalu. Yaitu kajian-kajian Usul al-Fiqh, Qawa’id Fiqhiyah, Qawa’id Usuliyah, dan ilmu-ilmu metodologis yang lain.
  3. Filsafat Hukum Islam adalah Kajian Keislaman
    Filsafat Hukum Islam merupakan salah satu ilmu keislaman, di mana ilmu keislaman ini telah tumbuh dan berkembang sejak lebih dari empat belas abad yang lalu. Sebagai kajian keislaman, ia memiliki wilayah kajian yang amat luas, seluas kajian hukum Islam itu sendiri. Ia bukan hanya membahas hukum dari sisi lahiriah manusia, namun juga membahas hukum dari sisi lain manusia, yaitu sisi batiniah (ruhiyah).
    Selain itu, orang yang mempelajari Filsafat Hukum Islam diharapkan bukan hanya memahami rahasia-rahasia di balik perintah dan larangan hukum, namun juga mampu menghayati rahasia-rahasia itu ketika mengamalkan perintah atau menghindari larangan tersebut.

Dikutip dari Ahdabina


Filsafat Hukum Islam Filsafat Hukum Islam Reviewed by Belajar Dan Berbagai on Thursday, December 27, 2012 Rating: 5

1 comment:

Tulis untuk peningkatan pengetahuan

Powered by Blogger.